Lensainvestigator.com, Konawe Kepulauan — Sebuah fakta mengejutkan terungkap dari putusan Pengadilan Tata Usaha Negara (TUN) Kendari. PT Gema Kreasi Perdana (GKP), perusahaan tambang nikel yang beroperasi di Kabupaten Konawe Kepulauan (Konkep), Sulawesi Tenggara, dinyatakan tidak memiliki izin lingkungan yang sah dan dokumen Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) yang lengkap.
Putusan yang tertuang dalam Nomor 67/G/LH/2022/PTUN.KDI ini memperjelas satu hal: PT GKP beroperasi tanpa memenuhi syarat fundamental dalam perlindungan lingkungan. Hal tersebut diungkapkan oleh Wakil Ketua DPRD Konkep, Sahidin, yang selama ini aktif mengawasi aktivitas pertambangan di daerahnya.
“Ini bukan pelanggaran kecil. Ketiadaan izin lingkungan dan AMDAL adalah pelanggaran berat yang berdampak langsung terhadap masyarakat dan ekosistem di sekitar tambang,” ucap Sahidin dalam keterangannya melalui telepone, Senin (28/4/2025).
Dari hasil penelusuran, izin lingkungan seharusnya menjadi dasar utama sebelum suatu proyek tambang dimulai. Sahidin memastikan bahwa setiap dampak negatif terhadap lingkungan telah diperhitungkan dan diminimalisasi. Tanpa dokumen ini, aktivitas tambang berpotensi membawa kerusakan ekologis yang tak terkendali.
“AMDAL itu peta bahayanya. Tanpa peta itu, mereka seperti menggali tanpa tahu mana yang boleh dan mana yang tidak,” ujar Sahidin dengan nada serius.
Implikasi hukum dari putusan TUN ini pun tak bisa dipandang remeh. Menurut ahli hukum lingkungan yang tidak ingin disebutkan namanya, status hukum PT GKP menjadi rentan terhadap tuntutan pidana dan perdata, termasuk kemungkinan penghentian operasi.
Di lapangan, kekhawatiran mulai terasa. Sejumlah warga Desa Sukarela Jaya dan sekitar area operasi mengaku sudah melihat tanda-tanda kerusakan lingkungan sejak tahun lalu — seperti air sungai yang menguning, erosi di sekitar bukit, hingga berkurangnya hasil tangkapan ikan.
“Kalau musim hujan, airnya berlumpur berat. Dulu tidak begitu,” kata Anto, warga lokal, berkeluh-kesah kepada wakil rakyat ini di sekitar lokasi tambang.
Menanggapi kondisi ini, Sahidin mendesak pemerintah daerah dan aparat penegak hukum untuk segera bertindak. “Putusan sudah jelas. Sekarang tinggal bagaimana kita semua mau menjaga tanah kita atau membiarkannya rusak demi kepentingan segelintir orang,” tutupnya.
PT GKP Klaim Legal
Sementara itu, saat diklarifikasi masalah ini, Hendry Drajat-Manager Strategic Communication PT GKP menegaskan, bahwa perlu diketahui, jika Mahkamah Agung (MA) telah memenangkan status legalitas IUP-OP PT GKP dan putusan ini bersifat inkracht.
“Jadi keterangan tentang Putusan Nomor 67/G/LH/2022/PTUN.KDI PTUN Kendari pada Februari 2023 yg memenangkan gugatan warga dan membatalkan Izin Usaha Pertambangan (IUP) Operasi Produksi PT GKP tidak lagi berlaku,” ucap Hendry, dalam jawaban via WhatsApp kepada editorindonesia.com, Senin (28/4/2025)
Hingga saat ini, PT GKP telah dan masih memiliki perizinan lengkap dan aktif berdasarkan ketentuan di bidang pertambangan. Termasuk adanya RKAB, IUP, IPPKH, dan Izin Lingkungan (AMDAL), hingga perizinan lain sebagai pendukung kegiatan produksi.
“Seluruh perizinan ini sah dan telah melewati verifikasi dan persetujuan berjenjang dari level daerah hingga nasional oleh K/L terkait,” ungkap Hendry